Halaman

Minggu, 17 Agustus 2008

Permohonan Maaf untuk Sang Penenteng Senjata

dulu, orang-orang menenteng senjata … tak peduli apakah itu sepotong bambu atau alat tempur alakadarnya … meninggalkan anak istri, berpindah dari satu tempat ke tempat lain … melewati gunung, sungai, lautan, tebing nan terjal, berliku-liku… terseok-seok menahan lapar dan dahaga

dulu, terbiasa waspada, karena musuh ada di mana-mana … dor…dor…dor…bum!... sesekali dentuman senjata terdengar … ketika mereka lupa, bahwa istri dan kekasih setia … menunggu di desa nun jauh di sana … ketika mereka lupa, bahwa mereka lapar dan haus

karena, saat suara senjata menyalak-nyalak … hanya satu yang mereka ingat, kalahkan musuh! hingga mereka dapat kabarkan … pada teman-teman di kampung, “kita sudah merdeka bung”… ketika itu, Allah memang bersama orang-orang yang berani

dulu, banyak bayi lahir di medan perang yang bergelora…yang memporakporandakan desa, dengan darah berlimpah ketika sang koloni memperkosa hak kita dengan membabibuta … ketika sanak keluarga menunggu resah, hasil jerih payah sang pejuang

darah yang terbuang, membasahi ribuan desa dan kota …ternyata tidak sia-sia, karena akhirnya sang pejuang … mencapai cita-cita, memberi kabar kepada sanak keluarga dan tetangga, “kita sudah merdeka bung”

tak terasa, kabar baik itu bertahan hingga kini … hingga anak cucu dapat bebas menikmati jerih payah … mereka yang memonopoli senjata itu

namun, kami sekarang malu tiada terkira … karena mengisi pembangunan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme di mana-mana … padahal, dulu sang penenteng senjata tidak pernah mengajarkan itu … yang mereka ajarkan, hanya satu …jadilah kaum militan yang jujur … yang sama-sama bekerja keras tuk raih pembebasan negeri

karena itu, kami ingin sampaikan terima kasih … untuk para penenteng senjata yang polos itu … sekaligus kami memohon maaf yang tak terhingga … karena kami telah menodai perjuanganmu … dengan pekerjaan sia-sia ketika pembangunan dan politik kami biarkan penuh sampah berserakan

semoga Allah segera menerpa jiwa kita … dengan ruh-ruh para penenteng senjata itu yang militan dan polos … karena kami rindu suasana itu …

Oleh: Dedy Rahmat
Bandung, 17 Agustus 2008
Goresan Pena untuk Hari Kemerdekaan

1 komentar:

Neneng Geulis mengatakan...

MERDEKA!!!Nenk setuju ma bpk!!saat ini kita bisa hidup enak karena perjuangan Sang Penenteng Senjata,,mereka susah payah memeprjuangkan kemerdekaan bangsa untuk anak cucunya.tapi sekarang kita hanya bisa merusak hasil jerih payah mereka,,,saat ini kita masih dijajah,,dijajah oleh kemiskinan dan keserakahan orang2 yang tidak memiliki hati nurani,,,kata MERDEKA digaungkan dimana-mana,,,tapi nun jauh disana masih banyak orang2 yang harus berjuang demi memperthankan hidupnya,,,semoga suatu saat nanti kemerdekaan yang sesungguhnya dapat terwujud.

Peta Visitor