Halaman

Minggu, 19 Juli 2009

Kasus Bom Marriot-Carlton

Pernyataan Presiden SBY Meresahkan dan Prematur!

Oleh: Dedy Rahmat

MERINDING bulu kuduk melihat tayangan di salah satu televisi swasta (Jumat, 17/07)melihat sepotong kepala yang lepas dari tubuh. Sepotong kepala yang berlumuran darah itu, untuk sementara (hingga dipostingnya tulisan ini) diduga pelaku bom bunuh diri. Belum lagi para korban yang mati mengenaskan (sebagian besar korban meninggal adalah warga negara asing), dan yang sekarat dengan bagian tubuh yang rusak parah, sungguh mengerikan. Ledakan bom yang menggemparkan Kota Jakarta pada Jumat pagi itu sungguh membuat kaget luar bisa. Betapa tidak, rasa-rasanya kita sudah merasa “sedikit aman” pasca dieksekusinya tiga bomber bom Bali, Imam Samudra cs beberapa waktu lalu, plus baru saja kita dibuai dengan euforia demokrasi pemilihan legislatif dan pilpres, rasa-rasanya soal teror bom mulai bergeser dari ingatan kita.

Sontak kejadian ini membuat panik berbagai pihak, dan saling melontarkan dugaan-dugaan, yang bahkan, maaf, seperti berbau tuduhan tanpa bukti yang jelas. Presiden SBY juga tampak kaget dan menurut hemat saya, beliau sedikit panik dengan memberikan keterangan prematur kepada media massa soal kemungkinan kejadian itu ada hubungannya dengan hasil pemilu pilpres yang notabene hampir dipastikan beliau menang (Ini pun jika semua persoalan kecenderungan soal kemungkinan tidak validnya hasil pemilu pilpres kemarin telah sesai. Beberapa pihak memberikan keterangan yang cukup mengejutkan jika SBY-Boediono sebenarnya memperoleh 47 persen suara, dengan demikian putaran ke-2 harus digelar, wallaahu’alam).

SBY menegaskan, berdasarkan laporan intelejen, ada pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil pilpres kemarin dan berusaha membuat kacau (indikasi dengan melakukan pengeboman) agar ia tidak dilantik kembali sebagai presiden untuk periode 2009-2014. Pernyataan itu dijelaskan SBY kepada wartawan sembari memperlihatkan foto-foto pelatihan menembak yang menunjukkan gambar dirinya sebagai sasasaran tembak. Tapi sayangnya apa yang ia ungkapkan sebenarnya masih dugaan-dugaan yang tidak kuat, dan masih bersifat prematur, bahkan overlapping dengan tugas kepolisian yang sedang melakukan investigasi. Sikap reaktif ini, tampaknya berlebihan. Ia mengambil kesimpulan terlalu cepat, tidak diiringi sikap jernih dalam mengambil langkah-langkah diplomasi yang tepat dalam rangka menenangkan suasana dan menyiagakan seluruh alat-alat hukum agar pelaku segera terungkap dan cepat tertangkap.

Saya setuju dengan pendapat tim sukses Mega-Prabowo dan Probowo sendiri, yang segera memberikan tanggapan yang kurang lebih menegaskan bahwa pernyataan SBY itu tidak berdasar dan meresahkan masyarakat, memperkeruh suasana. Saya kira tidak berlebihan jika counter attack atas pernyataan SBY itu dijawab seperti itu, karena menurut saya, seandainya betul ada indikasi bahwa pelakunya itu ternyata lawan politik, tidak bisa diungkapkan dengan cara prematur, mendahului kewenangan penegak hukum yang sedang bekerja (ini mislanya saja, sama sekali bukan tuduhan, dan indikasi ke arah itu hingga saat ini tidak ada). Kalau memang ada indikasi ke sana, seharusnya tidak diungkapkan terlalu cepat, justru itu akan membuat lawan mempersiapkan alibi-alibi lebih lanjut untuk menangkis semua tuduhan. Dan seandainya sang pelaku itu ternyata bukan lawan politik, mereka mungkin tersenyum lebar, karena yang terjadi justru tuduh-menuduh di antara elit politik, sementara si pelaku aman 100 persen.

Bisa saja, pernyataan SBY itu juga sebenarnya sebagai sebuah umpan untuk membuat lengah para pelaku teror, mengira bahwa opini publik tengah mengarah kepada perseteruan antar elit politik, padahal si pelaku yang sebenarnya tengah diburu dengan mengerahkan kemampuan maksimal dari aparat kepolisian, TNI, dan bahkan pihak interpol, dan semua petugas yang bekerja pada sarana-sarana infrastruktur terutama pada kegiatan-kegiatan transportasi. Tapi seandainya, analisa ini yang terjadi, tetap cara tuduh-menuduh itu tidak elegan, karena kita harus lihat dulu situasi dan kondisi politik saat ini. Masyarakat masih banyak yang bertanya dengan hasil pemilu kemarin, polemik antar partai dan calon presiden-wapres kemarin belum selesai.

Masyarakat masih menggu hasil akhir yang nyata tentang hasil pemilu. Pernyataan ini bisa menjadi provokasi ke arah perpecahan. Selesai pemilu seharusnya semua tokoh bangsa kembali menjalankan tugas sebagai para tokoh bangsa, kembali mengikat silaturahmi yang positif, bukan sebaliknya malah menjadi pihak-pihak yang saling berlawanan dengan cara yang panas dan tidak sehat. Hal ini akan semakin berbahaya jika makin larut ke bagian grassroot, bisa jadi “bom waktu” yang lebih dahsyat dari ledakan bom di Hotel Marriot dan Carlton itu. Satu hal lagi, ada cara pendidikan politik yang menyesatkan pada rakyat, ketika elit politik mengajarkan kita untuk bersikap reaktif dan membuat tuduhan yang tidak tepat. Padahal, jelas-jelas “fitnah lebih kejam dari pembunuhan”.

Jika Presiden SBY melempar dugaan pada masalah politik terkait hasil pemilu, pihak kepolisian justru mulai menemukan indikasi bahwa pengeboman itu memiliki kesamaan motif dengan cara-cara pada tragedi Bom Bali. Seperti diungkapkan Kadiv Humas Mabes Polri Ijen Pol Nanan Soekarna, dalam jumpa pers di Crisis Media Center, Cafe Ginger Republic Bellagio, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (19/7/2009) "Rangkaian bom identik dengan yang Cilacap dan bom Bali," katanya -- dialansir dari detik.com (diakses minggu 19 Juli 2009).

Namun pihak kepolisian belum bisa menentukan otak siapa di balik aksi kekerasan itu. Bahkan Noordin M. Top, warga Malaysia, yang oleh beberapa pihak ditengarai sebagai otak pembunuhan belum bisa dipastikan sebagai tokoh di balik layar. "Kita lihat, memang sama dari alat-alatnya, barang-barangnya, transistor dan metodenya, kalau dulu pakai gotri sekarang pakai mur dan baut. Belum bisa dipastikan ini jaringan Noordin M Top, tapi apakah dia yang melakukan kan belum tentu," tutur Nanan.

Nah, saya kira kita cara yang elegan adalah sebaiknya mempercayakan masalah ini kepada pihak kepolisian dulu, siapa saja secara pribadi boleh beranalisa, mungkin analisa itu bahkan bisa menjadi petunjuk bagi semua elemen penegak hukum, namun bukan melalui cara-cara yang meresahkan yang membuat susasana keruh, atau membuat konsentrasi investigasi menjadi kacau-balau karena masalah yang seharusnya semakin terfokus ke titik sasaran malah melebar ke urusan lain (misalnya urusan politik/akibat ketidakpuasan lawan politik dalam pemilu).

Semoga semua pihak bisa bersikap bijak ...

8 komentar:

sastra radio mengatakan...

Say no to terorism

Ali Masadi mengatakan...

Sudahlah... yang penting klo semua orang belajar untuk ikhlas... dunia damai...

cahyadi mengatakan...

setuju mas... harusnya presiden tuh ya ngasih contoh yang baik... nggak grusa-grusu kalo ngomong... lha kalo presidennya aja bersikap kayak gitu, trus gimana yang ada di bawah ya? salam kenal ya...

Rembangan Go Blog mengatakan...

sabar bro

Miawruu mengatakan...

wah bro... mia berpendapat sama dengan pendapat kamu. Sayang banget, bapak SBY selaku masih menjabat sbg presiden (dan calon presiden) bukannya menenangkan rakyat yg lagi dilanda kepanikan malah memberikan spekulasi yg memperkeruh suasana

Btw... baca juga ya artikel mia yg terkait ttg tindakan SBY mengenai kasus pemboman Marriot ini :D

http://kucingtengil.blogspot.com/2009/07/pemboman-marriotsby-curhat.html

Ansgarius mengatakan...

Harusnya jangan dipolitisir. masak Indonesia yang damai ini mau jadi kayak iran yang sampai menelan banyak korban...

ebenk789 mengatakan...

Presiden juga manusia hehe.. SaLah sifat manusia sob tapi syang'y knpa ksalahan juga di jalankan oleh pemimpim kita :D

NURA mengatakan...

salam sobat,,saya dari ALJUBAIL.S.A mendengar dan melihat berita bom dari TV dan internet,,,memprihatinkan,,banyak korban,,,,sungguh biadab teroris yang telah mengebom.

Peta Visitor